ANEMIA

Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada dibawah normal.


Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan mereka mengangkut oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh.
Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh.Umumnya batas minimal untuk kadar hemoglobin pada orang dewasa adalah 12 g/dl untuk wanita serta 14 g/dl untuk laki-laki. Kadar hemoglobin seseorang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain usia, jenis kelamin, etnik, sosioekonomi, letak geografi, kehamilan serta beberapa faktor lainnya.Eritrosit mempunyai masa hidup dalam peredaran darah tepi selama 100-120 hari, dan sekitar 1% dari total eritrosit akan mengalami penghancuran atau destruksi serta penggantian setiap harinya. Eritrosit dibentuk di sumsum tulang, akan beredar di dalam sirkulasi, selanjutnya terjadi destruksi pada limpa, hati serta sumsum tulang. Sisa penghancuran eritrosit terlihat berupa zat warna kuning di urin dan tinja. Terdapat suatu sistem feedback control sehingga jumlah masa eritrosit selalu konstan. Kurangnya kadar hemoglobin di dalam darah akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam darah, karena hemoglobin bertugas mengikat oksigen yang berasal dari udara yang diangkut oleh paru. Oksigen merupakan faktor yang sangat penting dalam mengatur berbagai proses metabolisme sel di dalam tubuh manusia.

Anemia dapat terjadi akibat :
1.      Berkurangnya produksi eritrosit (anemia defisiensi, anemia pada keganasan, anemia pada gangguan ginjal)
2.      Meningkatnya kebutuhan (anemia karena perdarahan, anemia pada kehamilan)
3.     Peningkatan destruksi eritrosit (anemia hemolitik antara lain malaria, thalassemia). Seringkali anemia terjadi akibat adanya penyakit lain atau terjadi beserta penyakit lain yang menyertainya (anemia pada penyakit kronik misalnya TBC ).
Dengan demikian jenis-jenis anemia sangat banyak, tergantung dari penyebab terjadinya anemia.

PENYEBAB
Penyebab umum dari anemia:
Perdarahan hebat
·        Akut (mendadak)
o        Kecelakaan
o        Pembedahan
o        Persalinan
o        Pecah pembuluh darah
·        Kronik (menahun)
o        Perdarahan hidung
o        Wasir (hemoroid)
o        Ulkus peptikum
o        Kanker atau polip di saluran pencernaan
o        Tumor ginjal atau kandung kemih
o        Perdarahan menstruasi yang sangat banyak

Berkurangnya pembentukan sel darah merah
·        Kekurangan zat besi
·        Kekurangan vitamin B12
·        Kekurangan asam folat
·        Kekurangan vitamin C
·        Penyakit kronik

Meningkatnya penghancuran sel darah merah
·        Pembesaran limpa
·        Kerusakan mekanik pada sel darah merah
·        Reaksi autoimun terhadap sel darah merah
·        Hemoglobinuria nokturnal paroksismal
·        Sferositosis herediter
·        Elliptositosis herediter
·        Kekurangan G6PD
·        Penyakit sel sabit
·        Penyakit hemoglobin C
·        Penyakit hemoglobin S-C
·        Penyakit hemoglobin E
·        Thalasemia
 
Gejala 
Gejala umum yang terjadi pada seseorang dengan anemia adalah lemas, pusing, cepat lelah, mudah mengantuk, sesak napas, berdebar, tampak pucat yang dapat dilihat dari konjunktiva di bagian mata. Kadang dapat dilihat kulit yang kering, kuku yang tampak tidak sehat atau kulit yang berwarna kuning. Keadaan ini dapat menyertai orang yang sulit makan, sakit lama, terdapat perdarahan kronik (menstruasi banyak dan lama, infeksi cacing tambang, dan lain-lain), kelainan bawaan pada eritrosit, penyakit keganasan, ibu hamil dan menyusui serta orang lanjut usia. Pada pemeriksaan fisik bisa sampai ditemui adanya pembesaran limpa, hati, kelenjar limfe, pembesaran jantung, tergantung dari beratnya anemia.
Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan jantung.

RUTE PEMBERIAN OBAT

Cara pemberian obat serta tujuan penggunaannya adalah sebagai berikut: 
  • Rute pemberian obat ditentukan oleh sifat obat (kelarutan dalam air atau lipid, ionisasi, dll) dan tujuan terapi (kerja cepat, lambat, lokal)
  • Rute pemberian obat : enteral (oral, sublingual, rektal), parenteral (intra vaskular, IM, SC), lain-lain (inhalasi, intranasal, intratekal, topikal, transdermal)
a.     Oral
Obat yang cara penggunaannya masuk melalui mulut.
Keuntungannya relatif aman, praktis, ekonomis. Kerugiannya timbul efek lambat; tidak bermanfaat untuk pasien yang sering muntah, diare, tidak sadar, tidak kooperatif; untuk obat iritatif dan rasa tidak enak penggunaannya terbatas; obat yang inaktif/terurai oleh cairan lambung/ usus tidak bermanfaat (penisilin G, insulin); obat absorpsi tidak teratur. Untuk tujuan terapi serta efek sistematik yang dikehendaki, penggunaan oral adalah yang paling menyenangkan dan murah, serta umumnya paling aman. Hanya beberapa obat yang mengalami perusakan oleh cairan lambung atau usus. Pada keadaan pasien muntah-muntah,koma, atau dikehendaki onset yang cepat, penggunaan obat melalui oral tidak dapat dipakai.
b.     Sublingual
Cara penggunaannya, obat ditaruh dibawah lidah. Tujuannya supaya efeknya lebih cepat karena pembuluh darah bawah lidah merupakan pusat sakit. Misal pada kasus pasien jantung. Keuntungan cara ini efek obat cepat serta kerusakan obat di saluran cerna dan metabolisme di dinding usus dan hati dapat dihindari (tidak lewat vena porta)
c.     Inhalasi
Penggunaannya dengan cara disemprot (ke mulut). Misal obat asma. Keuntungannya yaitu absorpsi terjadi cepat dan homogen, kadar obat dapat dikontrol, terhindar dari efek lintas pertama, dapat diberikan langsung pada bronkus. Kerugiannya yaitu, diperlukan alat dan metoda khusus, sukar mengatur dosis, sering mengiritasi epitel paru – sekresi saluran nafas, toksisitas pada jantung. Dalam inhalasi, obat dalam keadaan gas atau uap yang akan diabsorpsi sangat cepat melalui alveoli paru-paru dan membran mukosa pada perjalanan pernafasan.
d.     Rektal
Cara penggunaannya melalui dubur atau anus. Tujuannya mempercepat kerja obat serta sifatnya lokal dan sistemik. Obat oral sulit/tidak dapat dilakukan karena iritasi lambung, terurai di lambung, terjadi efek lintas pertama. Contoh, asetosal, parasetamol, indometasin, teofilin, barbiturat.
e.     Pervaginam
Bentuknya hampir sama dengan obat rektal, dimasukkan ke vagina, langsung ke pusat sasar. Misal untuk keputihan atau jamur.
f.       Parentral
Digunakan tanpa melalui mulut, atau dapat dikatakan obat dimasukkan de dalam tubuh selain saluran cerna. Tujuannya tanpa melalui saluran pencernaan dan langsung ke pembuluh darah. Misal suntikan atau insulin. Efeknya biar langsung sampai sasaran. Keuntungannya yaitu dapat untuk pasien yang tidak sadar, sering muntah, diare, yang sulit menelan/pasien yang tidak kooperatif; dapat untuk obat yang mengiritasi lambung; dapat menghindari kerusakan obat di saluran cerna dan hati; bekerja cepat dan dosis ekonomis. Kelemahannya yaitu kurang aman, tidak disukai pasien, berbahaya (suntikan – infeksi). Istilah injeksi termasuk semua bentuk obat yang digunakan secara parentral, termasuk infus. Injeksi dapat berupa larutan, suspensi, atau emulsi. Apabila obatnya tidak stabil dalam cairan, maka dibuat dalam bentuk kering. Bila mau dipakai baru ditambah aqua steril untuk memperoleh larutan atau suspensi injeksi.
g.     Topikal/lokal
Obat yang sifatnya lokal. Misal tetes mata, tetes telinga, salep.
h.     Suntikan
Diberikan bila obat tidak diabsorpsi di saluran cerna serta dibutuhkan kerja cepat.

PENISILIN


Penisilin merupakan kelompok antibiotika Beta Laktam yang telah lama dikenal. Pada tahun 1928 di London, Alexander Fleming menemukan antibiotika pertama yaitu Penisilin yang satu dekade kemudian dikembangkan oleh Florey dari biakan Penicillium notatum untuk penggunaan sistemik. Kemudian digunakan P. chrysogenum yang menghasilkan Penisilin lebih banyak.
Penisilin yang digunakan dalam pengobatan terbagi dalam Penisilin alam dan Penisilin semisintetik. Penisilin semisintetik diperoleh dengan cara mengubah struktur kimia Penisilin alam atau dengan cara sintesis dari inti Penisilin.
Beberapa Penisilin akan berkurang aktivitas mikrobanya dalam suasana asam sehingga Penisilin kelompok ini harus diberikan secara parenteral. Penisilin lain hilang aktivitasnya bila dipengaruhi enzim Betalaktamase (Penisilinase) yang memecah cincin Betalaktam.

Penggolongan
Penisilin dapat dibagi dalam beberapa jenis menurut aktivitas dan resistensinya terhadap laktamase sebagai berikut :
a.      Zat-zat dengan sepktrum sempit : benzilpenisilin, penisilin V, dan fenetisin. Zat-zat ini terutama aktif terhadap kuman Gram-positif dan diuraikan oleh penisilinase.
b.      Zat-zat tahan laktamse : metisilin, kloksalin dan flukoksasilin. Zat ini hanya aktif terhadap stafilokok dan streptokok. Asam clavukanat, sulbaktam dan tazobaktam memblokir laktamase dan dengan demikian mempertahankan aktivitas penisilin yang diberikan bersamaan.
c.      Zat-zat dengan spektrum luas : ampisilin dan amoksisilin, aktif terhadap kuman-kuman Gram positif dan sejumlah kuman Gram-negatif kecuali antara lain  Pseudomonas, Klebsiella dan B.fragilis. tidak tahan laktamase, maka sering digunakan terkombinasi dengan suatu laktamase-blocker, umumnya klavulanat.
d.     Zat-zat anti Pseudomonas  : tikarsilin dan piperasilin. Antibiotika berspektrum luas ini meliputi lebih banyak kuman Gram-negatif, termasuk Pseudomonas, Proteus, Klebsiella, dan Bacteoides fragilis. Tidak tahan laktamase dan umumnya digunakan bersamaan dengan laktamse-blocker.

Aktivitas dan Mekanisme Kerja Penisilin
Penisilin menghambat pembentukan Mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba. Terhadap mikroba yang sensitif, Penisilin akan menghasilkan efek bakterisid (membunuh kuman) pada mikroba yang sedang aktif membelah. Mikroba dalam keadaan metabolik tidak aktif (tidak membelah) praktis tidak dipengaruhi oleh Penisilin, kalaupun ada pengaruhnya hanya bakteriostatik (menghambat perkembangan).

Efek Samping Penisilin
·        Reaksi hipersensitif, mulai ruam dan gatal sampai serum sickness dan reaksi alergi sistemik yang serius.
·        Nyeri tenggorokan atau lidah, lidah terasa berbulu lembut, muntah, diare.
·        Mudah marah, halusinasi, kejang
·        Pada dosis tinggi dapat terjadi reaksi nefrotoksis dan neurotoksis.

Sediaan
Antibiotika golongan penisilin yang beredar di pasaran untuk penggunaan oral adalah :
Amoksisilin dan campurannya (asam klavulamat)
·        Bentuk tablet atau kapsul dengan kandungan Amoksisilin 250mg, 500 mg dan 875 mg. Agar Amoksisilin tidak rusak oleh asam lambung, Amoksisilin ada yang dikombinasi dengan asam Klavulamat 125 mg. Untuk sediaan ini tidak boleh dibagi/diracik karena kandungan optimum Asam Klavulamat untuk bentuk sediaan tablet 125 mg.
·        Bentuk sediaan sirup dengan kandungan Amoksisilin 125 dan 250 mg / 5 ml. Bila dikombinasi dengan Asam Kavulamat, 31,25 mg Asam Klavulamat dan 125 mg Amoksisilin atau 62,5 mg Asam Klavulamat dan 250 mg Amoksisilin.
·        Untuk sediaan injeksi biasa dalam bentuk vial 1.000 mg, dengan kombinasi Asam Klavulamat 200 mg.

 Ampisilin
·        Bentuk sediaan kapsul atau tablet dengan kandungan 250 mg, 500 mg atau 1000 mg
·        Bentuk sediaan sirup dengan kandungan 125 mg atau 250 mg/5 ml sirup.
·        Untuk sediaan injeksi biasa dalam bentuk vial dengan kandungan 200 mg, 500 mg dan 1.000 mg Ampisilin. Dan ada kombinasi 1.000 mg Ampisilin dan 500 mg Sulbactam atau 500 mg Ampisilin dan 250 mg Sulbactam
Flucloxacilin
Di pasaran terdapat dalam bentuk kapsul dengan kandungan 250 mg dan 500 mg zat aktif juga dalam bentuk sirup dengan kandungan zat aktif 125 mg / 5 ml.
Cloxacilin
Di pasaran terdapat dalam bentuk kapsul dengan kandungan 250 mg dan 500 mg zat aktif juga dalam bentuk vial dengan kandungan zat aktif 250 mg, 500 mg dan 1.000 mg /vial.
Piperacilin
Di pasaran terdapat dalam kombinasi; 4 gram Piperacilin dengan 500 mg Tazobactam dalam bentuk vial.
Sulbenicilin
Di pasaran terdapat dalam bentuk vial dengan kandungan 1 gram dan 2 gram zat aktif.
Derivat penisilin lainnya
Seperti Phenoxymethyl Penicillin dan Benzathine Penicillin dalam bentuk vial untuk pemakaian injeksi.

Penggunaan Klinik
1.      Infeksi kuman gram positif
Kuman dalam bentuk kokus seperti Pneumonia, Meningitis, Endokarditis, Otitis Media akut dan Mastoiditis, juga infeksi Stafilokokus.
Kuman dalam bentuk batang seperti Difteria, Klostridia, Antraks, Listeria, Erisipeloid.
2.      Infeksi kuman gram negatif
Kuman dalam bentuk kokus seperti infeksi Meningokokus, Gonore, infeksi Gonokokus di ekstragenital, juga Sifilis.
Kuman dalam bentuk batang seperti pada infeksi Salmonella dan Shigelia, Haemophilus influenzae, P. multocida.

Resistensi
Cara terpenting dari kuman untuk melindungi diri terhadap efek mematikan dari antibiotik beta-laktam adalah pembentukan enzim beta-laktamase.. semula hanya stafilococii dan E.coli mampu membentuk penisilinase dalam plasmid, yang mengandung gen-gen tersebut telah ditularkan ke kuman lain dengan jalan penggabungan. Untuk mengatasi masalah resistensi kuman yang amat serius, para peniliti telah mensintesa dua jenis senyawa penisilin, yaitu derivat yang tahan laktamase dan yang memblokir laktamase.

Wanita hamil dan menyusui
Semua penisilin dianggap aman bagi wanita hamil dan menyusui. Walaupun dalam jumlah kecil terdapat dalam darah janin dan air susu ibu.

Hal yang perlu diperhatikan sewaktu menggunakan antibiotika Penisilin :
·        Amati tanda-tanda alergi Penisilin, seperti ruam atau gatal, yang timbul dalam waktu 20 menit (atau setelah beberapa hari). Waspadalah terutama bila terjadi kesulitan bernafas, rasa tercekik, pusing, cemas, lemah, dan berkeringat. Laporkan segera pada dokter gejala-gejala tersebut.
·        Minumlah semua obat anda, walaupun anda sudah merasa sembuh, menghentikan pengobatan lebih awal dapat menyebabkan kekambuhan.
·        Jika anda lupa minum obat satu dosis, minumlah segera mungkin. Lalu jarak minum dosis obat yang tersisa pada hari itu diperpendek semuanya untuk memperbaiki dosis yang terlupa. Penisilin bekerja efektif bila kadar Penisilin dalam tubuh anda tetap.
·        Hindari makanan yang asam (jeruk asam, vitamin c) yang akan mengurangi keefektifan Penisilin.
 

KEJANG

Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktifitas neuronal yang abnormal dan sebagai pelepasan listrik serebral yang berlebihan. Aktivitas ini bersifat dapat parsial atau vokal, berasal dari daerah spesifik korteks serebri, atau umum, melibatkan kedua hemisfer otak. Manifestasi jenis ini bervariasi, tergantung bagian otak yang terkena.
            Penyebab kejang mencakup factor-faktor perinatal, malformasi otak congenital, factor genetic, penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis), penyakit demam, gangguan metabilisme, trauma, neoplasma, toksin, gangguan sirkulasi, dan penyakit degeneratif susunan saraf. Kejang disebut idiopatik bila tidak dapat ditemukan penyebabnya.

Insidens
Sedikitnya kejang terjadi sebanyak 3% sampai 5% dari semua anak-anak sampai usia 5 tahun, kebanyakan terjadi karena demam.

Gejala Kejang
 Gejala Kejang berdasarkan sisi otak yang terkena
Sisi otak yang terkena
gejala
Lobus Frontalis
Kedutan pada otot tertentu
Lobus oksipitalis
Halusinasi kilauan cahaya
Lobus parietalis
Mati rasa atau kesemutan di bagian tubuh tertentu
Lobus temporalis
Halusinasi gambaran danperilaku repetitif yang komplek, mis jalan berputar-putar
Lobus temperolis anterior
Gerakan mengunyah
Lobus temperolis anterior sebelah dalam
Halusinasi bau, baik yg menyenangkan atau tdk

Jenis Kejang
A.    Kejang Parsial
a.        Kejang Parsial Sederhana
1.         Kesadaran tidak terganggu; dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini:
*       Tanda-tanda motoriskedutaan  pada wajah. Tangan, atau salah satu sisi tubuh : umumnya gerakan kejang yang sama.
*       Tanda atau gejala otonomikmuntah   berkeringan, muka merah, dilatasi pupil.
*       Gejala somatosensoris atau sensoris khusus-mendengar musik, merasa seakan jatuh dari udara, parestesia.
*       Gejala psikikdejavu, rasa takut, sisi panoramic.
b.       Kejang parsial komplesk
1.         Terdapat gangguan kesadaran. Walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks.
2.         Dapat mencakup otomatisme atau gerakan aromatic—mengecapkan  bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
3.         Dapat tanpa otomatisme—tatapan terpaku
B.    Kejang Umum (Konvulsif atau Non-Konvulsif)
a.        Kejang Absens
1.         Gangguan kewaspadaan dan responsivitas.
2.         Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik.
3.         Awitan dan khiran cepat, setelah itu kembali waspada dan berkonsentrasi penuh.
4.         Umumnya dimulai pada usia antara 4 dan 14 tahun dan sering sembuh dengan sendirinya pada usia 18 tahun.
b.       Kejang Mioklonik
Kedutaan-kedutaan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi mendadak
c.        Kejang MioklonikLanjutan
1.         Sering terlihat pada orang sehat selama tidur, tetapi bila patologik, berupa kedutaan-kedutaan sinkron dari leher, bahu, lengan atas dan kaki.
2.         Umumnya berlangusung kurang dari 15 detik dan terjadi didalam kelompok.
3.         Kehilangan kesadaran hanya sesaat
d.       Kejang Tonik-Klonik
1.         Diawali dengan hilangnya kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ektremitas, batang tubuh, dan wajah, yang langsung kurang dari 1 menit.
2.         Dapat disertai dengan hilangnya kontrol kandung kebih dan usus.
3.         Tidak adan respirasi dan sianosis
4.         Saat tonik diikuti dengan gerakan klonik pada ekstremitas atas dan bawah.
5.         letargi, konfusi, dan tidur dalam fase postical
e.        Kejang Atonik
1.         Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk atau jatuh ketanah.
2.         Singkat, dan terjadi tanpa peringatan.
f.        Status Epileptikus
1.         Biasanya. Kejang tonik-klonik umum yang terjadi berulang.
2.         Anak tidak sadar kembali diantara kejang.
3.         Potensial untuk depresi pernapasan, hipotensi, dan hipoksia
4.         memerlukan pengobatan medis darurat dengan segera

Penatalaksanaan Medis
Terapi obat antiepileptik adalah dasar penatalaksanaan medis. Terapi obat tunggal adalah terapi yang paling disukai, dengan tujuan menyeimbang kontrol kejang dan efek samping yang merugikan. Obat dasar didasarkan pada jenis kejang, sindromepileptik, dan variable pasien. Mungkin diperlukan kombinasi obat agar kejang dapat dikendalikan. Pengendalian penuh hanya didapat pada 50 % sampai 75 % anak epilepsy.
            Mekanisme kerja obat-obat antiepileptik bersifat kompleks dan jelas sepenuhnya. Obat antikonvulsan dapat mengurangi letupan neural, membantu aktifitas asam amino penghambat, atau mengurangi letupan lambat dari neuron thalamus. Berikut ini terdapat antikonvulsan yang umum dipakai
1.      Fenobarbital—indikasi kejang mioklonik. Kejang tonik-klonik, status epileptikus; kadar terapeutik: 15-40 mcg/ml
2.      Fenitoin (Dilantin) indikasi: kejang parsial, kejang tonik-klonik, status epileptikus; kadar terapeutik 10-20mcg/ml
3.      Karbamazepin (Tegretol) indikasi: kejang parsial, kejang tonik-klonik; kadar tapeuretik: 4-12 mcg/ml
4.     Asam valproat (Depakane)—indikasi: kejang absens atipik, kejang mioklonik, kejang tonik-klonik, kejang atonik, dan terutama bermanfaat untuk gangguan kejang campuran; kadar terapeutik 40-100 mcg/ml
5.    Primodon (Mysoline)—indikasi: kadang-kadang dipakai untuk mengobati kejang tonik-klonik kadar terapeutik 4-12 mcg/ml.
6.      Etosuksimid (Zarontin)—indikasi: kejang absens.
7.      Klonazepam (Klonopin)—indikasi: kejang absens, kejang tonik-klonik, spasme infantile.

BEBERAPA HAL YANG PERLU DIKETAHUI PASIEN SAAT BEROBAT

Ada beberapa hal yg harus kita ketahui dan kita tanyakan secara detail kepada pihak apotek ketika kita berobat atau mendapatkan pengobatan, hal tersebut berguna agar obat-obat yg kita minum bisa bekerja secara maksimal dan bisa cepat sembuh.
Beberapa hal tersebut diantaranya :

Aturan Pakai
Setiap Berapa jam obat harus diminum ???
Berapa kali obat harus diminum itu penting diketahui secara benar, apalagi untuk obat antibiotik atau antivirus, saat disebutkan 3 kali shari kadang kita minum seenaknya sendiri ketika kita sedang ingat. Padahal seharusnya menurut aturan, obat tersebut harus diminum setiap 8 jam agar obat bekerja secara maksimal sma hal nya dgn obat-obat yg mesti diminum 2 kali sehari ato pun 4 kali shari.

Sebelum makan
Artinya obat diminum saat perut dalam keadaan kosong, bukan berarti saat disebutkan obat diminum sebelum makan, mutlak kita minum sebelum makan, tetapi bisa saja kita minum obat tersebut sesudah makan sekitar 2 jam sesudah makan, karena pada selang waktu 2 jam dianggap lambung sudah mulai kosong lagi, sehingga obat-obat yg terpengaruh absorpsinya karena makanan bisa digunakan.

Sesudah makan
Artinya obat tersebut diminum saat perut tidak dalam keadaan kosong, karena ditakutkan obat-obat yg bersifat asam (mis : asam mefenama) bisa mengiritasi lambung saat perut kosong. Usahakan untuk mengisi perut dengan makanan walaupun hanya sedikit atopun hanya dengan roti, dan saat minum obat tidak boleh sampai 2 jam setelah makan, karena setelah 2 jam perut sudah kembali mulai kosong.

Takaran obat
Alat yg kita gunakan untuk menakar obat harus sesuai dengan aturan yg ada, misalnya ketika kita mendapatkan obat syrup dan harus meminumnya dengan ukuran sendok teh ato sendok makan, maka akan menimbulkan berbagai masalah, salah satu diantaranya adalah karena ukuran sendok dimasing-masing tempat bisa berbeda. Dirumah saya kemungkinan ukuran sendok tehnya bisa berbeda dengan ukuran sendok dirumah anda. Yang perlu ada tanyakan saat anda berobat adalah berapa ml yg harus minum, misalnya 5 ml, 10 ml ataukah 15 ml. Ato ketika kita mendapatkan obat dalam bentuk drop, dietiket dituliskan bahwa yg harus diminum adalah 0.5 ml ternyata ketika kita buka sediaan drop tersebut tidak ada ukuran ml ato cc melainkan tetesan. Apa yg akan terjadi??? Pasti anda akan kebingungan (1ml = 20 tetes).

Saat yg tepat untuk minum obat
Yang tidak kalah penting adalah kita harus mengetahui kapan saat yg tepat kita harus minum obat tersebut,(mis : obat antialergi) karena kebanyakan obat antialergi menyebabkan kantuk maka sebaiknya obat tersebut diminum pada malam hari sebelum tidur agar tidak mengganggu aktifitas. Ato contoh lain misalnya furosemid, ketika kita mengkonsumsi furosemid kita akan merasa sering ingin buang air kecil maka obat tersebut sebaiknya diminum pada pagi hari sehingga tidak akan menggangu aktifitas tidur kita dimalam hari.

Sampai kapan anda harus meminum obat
Selain beberapa hal diatas ada satu hal yg juga perlu anda tanyakan sampai kapan obat yg anda peroleh harus diminum. Contohnya :

Antibiotik
Untuk antibiotik dalam sediaan tablet obat harus dihabiskan, minimal penggunaan antibiotik adalah 3 hari dan maksimal penggunaan disesuaikan dengan kondisi masing masing pasien. Sedangkan untuk sediaan syrup kering (biasanya sudah dilarutkan oleh pihak apotek) rata-rata penggunaaan obat adalah 1 minggu dari hari pertama obat dilarutkan (amoksilin syr) dan ada pula yg memiliki batas melebihi 1 minggu. Sama hal nya dengan sediaan tablet, sediaan syrup juga harus diminum sampai habis, tetapi jika untuk syrup sudah melebihi batas waktu yg sdh ditentukan masih sisa maka obat tersebut tida boleh digunakan lagi dan harus dibuang

Analgetik-Antipiretik
Orang awam menyebutnya sebagai obat penghilang rasa sakit (nyeri) dan penurun demam. Obat-obat golongan ini diberikan hanya jika diperlukan, artinya obat tidak perlu diminum sampai habis tetapi obat diminum sampai gejala hilang. Misalnya pemakaian parasetamol yg hanya diberikan ketika pasien demam, dan ketika pasien sudah tdk menunjukan gejala demam, obat bisa dihentikan. Tetapi pemakaian obat demam bisa berbeda ketika hal tersebut digunakan pada pengobatan demam berdarah, pasien yg demamnya turun bisa saja memasuki masa kritis. Sehingga dianjurkan untuk lebih waspada pada penggunaan obat demam.

Untuk itu bertanyalah anda kepada Apoteker ato petugas apotek yg menyerahkan obat kepada anda agar anda mendapatkan pengobatan yang benar. Jika anda mendapatkan pengobatan yg benar maka anda akan segera sembuh. Pepatah mengatakan ”Malu bertanya sesat dijalan”. Semoga bermanfaat.........................

KLORAMFENIKOL

Kloramfenikol diisolasi pertama kali pada tahun 1947 dari Streptomyces venezuelae. Karena ternyata Kloramfenikol mempunyai daya antimikroba yang kuat maka penggunaan Kloramfenikol meluas dengan cepat sampai pada tahun 1950 diketahui bahwa Kloramfenikol dapat menimbulkan anemia aplastik yang fatal.
Kloramfenikol bersepektrum luas ini berkhasiat :
Bacteriostatis terhadap hampir semua kuman Gram positif fan sejumlah kuman Gram negatif, juga Kloramfenikol bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Yang dihambat adalah enzim peptidil transferase yang berperan sebagai katalisator untuk membentuk ikatan-ikatan peptida pada proses sintesis protein kuman.
Efek toksis Kloramfenikol pada sel mamalia terutama terlihat pada sistem hemopoetik/darah dan diduga berhubungan dengan mekanisme kerja Kloramfenikol.

Penggunaan 
  • Hanya dianjurkan pada beberapa jenis infeksi bila tidak ada kemungkinan lain, yaitu pada infeksi tikus (salmonella thypi), dan meningitis (khusus akibat H.influenza) juga pada infeksi anaerob yang sukar dicapai obat, khususnya abces otak oleh B.fragilis. 
  • Penggunaan topikal
    • Digunakan sebagai salep 3% dan tetes/salep mata 0.25-1% sebagai pilihan kedua, jika fusidat dan tetrasiklin tidak efektif. Lebih baik menggunakan salep mata 1 dd malam hari daripada tetes mata beberapa kali sehari. 
    • Tetes telinga (10%) tidak boleh digunakan lagi, karena propilengglikol sebagai pelarut ternyata ototoksis
Farmakokinetik 
Resorpsinya dari usus cepat dan agak lengkap, dengan BA 75-90%. Difusi ke dalam jaringan, rongga dan cairan tubuh baik sekali, kecuali ke dalam empedu. Waktu paruhnya rata-rata 3 jam. Dalam hati 90% dari zat ini dirombak menjadi glukuronida inaktif. Ekskresinya melalui ginjal, terutama sebagai metabolit inaktif dan lebih kurang 10% secara utuh.

Efek samping
  1. Reaksi hematologik
Terdapat dalam 2 bentuk yaitu; 
·        Reaksi toksik dengan manifestasi depresi sumsum tulang.
Kelainan ini berhubungan dengan dosis, menjadi sembuh dan pulih bila pengobatan dihentikan. Reaksi ini terlihat bila kadar Kloramfenikol dalam serum melampaui 25 mcg/ml.
Depresi tulang ini sangat berbahaya dan dapat berwujud dalam dua bentuk anemia, yakni sebagai :
o       Penghambantan pembentukan sel-sel darah (eritosit, trombosit dan granulosit) yang timbul dalam waktu 5 hari sesudah dimulainya terapi. Gangguan ini tergantung dosis serta lamanya terapi dan bersifat reversibel.
o       Anemia aplastis, yang dapat timbul sesudah beberapa minggu sampai beberapa bulan pada penggunaan oral, parenteral dan okuler, maka tetes mata tidak boleh digunakan lebih dari 10 hari.
·        Bentuk yang kedua bentuknya lebih buruk karena anemia yang terjadi bersifat menetap seperti anemia aplastik dengan pansitopenia. Timbulnya tidak tergantung dari besarnya dosis atau lama pengobatan. Efek samping ini diduga disebabkan oleh adanya kelainan genetik.

2.    Reaksi alergi
Kloramfenikol dapat menimbulkan kemerahan kulit, angioudem, urtikaria dan anafilaksis. Kelainan yang menyerupai reaksi Herxheimer dapat terjadi pada pengobatan demam Tifoid walaupun yang terakhir ini jarang dijumpai.

3.    Reaksi saluran cerna
Bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, glositis, diare dan enterokolitis.

4.    Sindrom gray
Pada bayi baru lahir, terutama bayi prematur yang mendapat dosis tinggi (200 mg/kg BB) dapat timul sindrom Gray, biasanya antara hari ke 2 sampai hari ke 9 masa terapi, rata-rata hari ke 4.
Mula-mula bayi muntah, tidak mau menyusui, pernafasan cepat dan tidak teratur, perutkembung, sianosis dan diare dengan tinja berwarna hijau dan bayi tampak sakit berat.
Pada hari berikutnya tubuh bayi menjadi lemas dan berwarna keabu-abuan; terjadi pula hipotermia (kedinginan).

5.    Reaksi neurologik
Dapat terlihat dalam bentuk depresi, bingung, delirium dan sakit kepala.

Penggunaan klinik 
Banyak perbedaan pendapat mengenai indikasi penggunaan kloramfenikol, tetapi
sebaiknya obat ini hanya digunakan untuk mengobati demam tifoid, salmonelosis lain dan infeksi H. influenzae. Infeksi lain sebaiknya tidak diobati dengan kloramfenikol bila masih ada antimikroba lain yang lebih aman dan efektif.
Kloramfenikol tidak boleh digunakan untuk bayi baru lahir, pasien dengan gangguan hati dan pasien yang hipersensitif terhadapnya.

Sediaan
Terbagi dalam bentuk sediaan :
·       Kapsul 250 mg,
Dengan cara pakai untuk dewasa 50 mg/kg BB atau 1-2 kapsul 4 kali sehari.
}Keempat sediaan di atas dipakai beberapa kali sehari.

 
Untuk infeksi berat dosis dapat ditingkatkan 2 x pada awal terapi sampai didapatkan perbaikan klinis.
·       Salep mata 1 %
·       Obat tetes mata 0,5 %
·       Salep kulit 2 %
·       Obat tetes telinga 1-5 %
·       Kloramfenikol palmitat atau stearat
Biasanya berupa botol berisi 60 ml suspensi (tiap 5 l mengandung Kloramfenikol palmitat atau stearat setara dengan 125 mg kloramfenikol). Dosis ditentukan oleh dokter.
·        Kloramfenikol natrium suksinat
Vial berisi bubuk kloramfenikol natrium suksinat setara dengan 1 g kloramfenikol yang harus dilarutkan dulu dengan 10 ml aquades steril atau dektrose 5 % (mengandung 100 mg/ml).

Resistensi 
Dapat timbul dengan agak lambat tetapi resistensi ekstra kromosomal melalui plasmid juga terjadi antara lain terhadap basil tifus perut.

Kehamilan dan Laktasi 
Penggunaannya tidak dianjurkan, khususnya selama minggu-minggu terakhir dari kehamilan, karena dapat menimbulkan cyanosis dan hypothermia pada neonati, akibat ketidakmampuannya untuk mengkonyugasi dan mengekskresikan obat ini, sehingga sangat meningkatkan kadarnya dalam darah.
Berhubung kemampuannya melintasi plasenta dan mencapai air susu ibu, maka tidak boleh diberikan selama laktasi.

Dosis
o       Pada tifus permulaan 1-2 g (palmitat), lalu 4 dd 500-750 mg pc.
o       Neonati maksimal 25 mg/kg/hari dalam 4 dosis
o       Anak-anak diatas 2 minggu 25-50 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis. Pada infeksi parah (meningitis, abces otak) iv 4 dd 500-1500 mg (Na-suksinat)

Tiamfenikol 
Adalah derivat p-metilsulfonil (-SO2CH3) dengan spektrum kerja dan sifat yang mirip kloramfenikol, tetapi kegiatannya agak lebih ringan.
Indikasi
Pada infeksi tifus dan salmonella, juga digunakan pada infeksi saluran kemih dan saluran empedu oleh kuman yang resisten terhadap antibiotik lain.

Sediaan :
o       Kapsul 250 dan 500 mg.
o       Botol berisi pelarut 60 ml dan bubuk Ttiamfenikol 1.5 g yang setelah dilarutkan mengandung 125 mg Tiamfenikol tiap 5 ml.

Dosis
o       Tifus perut 4 dd 250-500 mg selama maksimal 8 hari, di atas 60 tahun 2 dd 500 mg, anak-anak 20-30 mg/kg/hari.
o       Gonore : 1 x 2.5 g